Cancel culture bisa dibilang fenomena di mana seseorang atau sekelompok orang secara kolektif mengajak masyarakat untuk memboikot, mengkritik, atau menghentikan dukungan terhadap seseorang, merek, atau organisasi karena tindakan atau ucapan yang dianggap salah atau kontroversial. Seringkali, cancel culture muncul di media sosial, di mana satu kesalahan, pernyataan kontroversial, atau tindakan yang dianggap tidak etis dapat menyebar dengan cepat dan mendapatkan reaksi dari banyak orang. Tapi apa sih yang bikin masyarakat senang melakukan cancel culture, dan bagaimana cara menghadapi kalau kita sendiri yang jadi target? Yuk, kita bahas lebih dalam.

kena cancel culture

Kenapa Sih Masyarakat Melakukan Cancel Culture?

Banyak orang menganggap cancel culture sebagai cara mereka buat ‘meluruskan’ atau memberi ‘pelajaran’ pada seseorang atau pihak tertentu yang dianggap melakukan kesalahan. Misalnya, kalau ada figur publik yang dianggap bikin komentar rasis atau seksis, masyarakat melihat cancel culture sebagai bentuk ‘keadilan sosial’ — dengan cara menghentikan dukungan terhadap figur tersebut, mereka merasa bisa memberi efek jera. Ada juga yang merasa cancel culture sebagai alat untuk menuntut pertanggungjawaban; dalam banyak kasus, orang yang tersandung cancel culture diharapkan meminta maaf atau melakukan perbaikan.

Di sisi lain, cancel culture juga terkadang muncul karena faktor emosional atau dorongan kelompok. Dalam situasi di mana satu pendapat mendapat dukungan kuat, orang cenderung ikut-ikutan tanpa benar-benar memahami konteksnya. Jadi, orang kadang terlibat dalam cancel culture bukan karena mereka benar-benar peduli, tapi karena ingin terlihat sejalan dengan pendapat mayoritas atau karena adanya tekanan sosial.

Apa yang Harus Kamu Lakukan Saat Mengalami Cancel Culture?

Nah, kalau kamu merasa kena cancel culture atau menghadapi situasi di mana reputasimu sedang diserang, hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah tetap tenang. Wajar banget kalau kamu merasa down, kecewa, atau bahkan marah, tapi reaksi emosional yang berlebihan bisa memperburuk situasi. Yuk, kita lihat langkah-langkah lebih lanjut yang bisa kamu coba:

1. Evaluasi Situasi dengan Jernih

Pertama, coba lihat situasinya dengan lebih objektif. Tanya pada diri sendiri, “Apakah memang ada sesuatu yang salah dengan tindakan atau perkataan aku?” Kadang, dalam panasnya situasi, kita cenderung defensif. Tapi kalau kamu bisa melihat sisi positif dari kritik yang diberikan, kamu bisa menemukan area di mana kamu bisa memperbaiki diri. Misalnya, kalau kamu mendapat kritik soal pernyataan yang ternyata sensitif untuk beberapa orang, coba refleksi apakah ada sisi dari perkataanmu yang memang bisa disalahpahami.

Contoh kasus: Kamu membuat konten tentang pentingnya bekerja keras untuk mencapai impian, tapi ada yang menganggap kamu meremehkan orang yang punya keterbatasan tertentu. Di sini, kamu bisa mengevaluasi apakah ada pernyataan yang bisa disalahpahami atau terkesan tidak sensitif, dan apakah perlu penjelasan atau koreksi.

2. Berikan Respon dengan Empati

Setelah kamu mengevaluasi, saatnya memberikan respon, kalau memang diperlukan. Respon yang baik adalah yang diungkapkan dengan empati. Misalnya, kalau kamu merasa apa yang kamu katakan mungkin memang disalahpahami atau menyinggung pihak lain, coba sampaikan permintaan maaf yang tulus. Fokuslah pada perasaan orang lain, bukan sekadar membela diri. Contoh: “Maaf jika perkataanku terkesan menyinggung. Aku sebenarnya ingin memberikan inspirasi, bukan untuk meremehkan. Terima kasih sudah mengingatkan.”

Tanggapan seperti ini menunjukkan bahwa kamu menghargai perasaan orang lain dan mau belajar dari pengalaman. Ini juga mengurangi ketegangan dan menunjukkan kamu terbuka untuk perbaikan.

3. Jangan Terjebak dalam Drama

Saat menghadapi cancel culture, godaan untuk terus-menerus membela diri atau berdebat bisa sangat besar, terutama kalau komentar negatif terus berdatangan. Tapi penting banget buat kamu nggak terjebak dalam drama. Kalau kamu sudah memberikan klarifikasi atau permintaan maaf, biarkan respon tersebut berbicara. Terlalu banyak berbicara atau ikut dalam adu argumen malah bikin situasi tambah runyam.

Misalnya, setelah kamu memberikan permintaan maaf, tetap fokus pada hal-hal positif atau lanjutkan konten yang kamu buat. Terkadang, respons terbaik adalah dengan menunjukkan bahwa kamu belajar dari pengalaman dan siap move on.

menghadapi cancel culture

4. Belajar dari Pengalaman Ini

Cancel culture sebenarnya bisa juga jadi kesempatan untuk refleksi dan belajar. Coba pikirkan bagaimana cara komunikasi atau pesan yang kamu sampaikan bisa lebih bijaksana di masa depan. Misalnya, kalau kamu melihat konten atau pernyataan yang mungkin kontroversial, kamu bisa melakukan riset atau konsultasi dengan orang lain dulu sebelum mempublikasikannya.

Kamu bisa juga belajar teknik komunikasi yang lebih inklusif atau menghindari topik-topik yang rentan disalahpahami. Ini bukan berarti harus menghindari pendapat yang berbeda, tapi dengan melakukan persiapan lebih, kamu bisa menyampaikan sudut pandang kamu tanpa harus mengorbankan orang lain.

5. Fokus Kembali pada Hal-Hal Positif

Terakhir, saat kamu sudah melewati tahap-tahap di atas, fokuslah kembali ke tujuan utama atau hal-hal positif yang kamu kerjakan. Cancel culture bisa jadi pengalaman yang bikin down, tapi kalau kamu terus-menerus berfokus pada hal negatif, itu hanya akan menambah beban pikiran kamu. Misalnya, kalau kamu seorang content creator, kembali buat konten yang kamu yakini bisa memberi manfaat bagi banyak orang.

Kesimpulannya?

Cancel culture memang fenomena yang bikin repot, terutama karena sifatnya yang cepat dan seringkali emosional. Tapi dengan pendekatan yang tenang, empati, dan keinginan untuk belajar, kamu bisa menghadapi situasi ini dengan lebih dewasa. Ingat bahwa nggak semua kritik harus dianggap sebagai serangan, dan kadang kritik itu bisa membawa perubahan positif, asal kita mau belajar dari situ.

Jadi, kalau kamu suatu hari mengalami cancel culture, ingat bahwa ini bukan akhir dunia. Dengan refleksi, empati, dan ketenangan, kamu bisa keluar dari situasi ini dengan lebih bijaksana.

Roy Biantoro 
Seorang pengusaha muda yang sering berbagi ke berbagai perusahaan, instansi pemerintah dan lembaga pendidikan. Coach Roy udah membagikan ilmu di bidang penjualan (selling), komunikasi, kepemimpinan, kerjasama tim, pelayanan serta bagaimana meningkatkan motivasi tim.
Ayo rasakan perubahan di tim Anda dengan training bersama coach Roy Biantoro. Hubungi kami di 08954 1283 3285