Kesel gak ? Coba yah kamu lagi ngobrol serius sama teman tentang isu yang penting buat kamu, misalnya tentang keadilan sosial atau perubahan di tempat kerja yang menurutmu nggak adil. Kamu berusaha jujur dan tegas karena ingin pesanmu sampai.

TAPI !!

Tapi !!!

Tapi, di tengah obrolan, temanmu malah bilang, “Coba ngomongnya lebih kalem, dong. Kamu kayaknya terlalu emosi, jadi susah dipahami.” Padahal, niatmu cuma untuk kasih masukan yang membangun.

Di situ kamu mulai merasa nggak didengarkan, bahkan malah dikritik karena gaya penyampaianmu, bukan isi pesannya. Nah, inilah yang disebut tone policing.

biar gak tone policing

Apa Itu Tone Policing?

Tone policing adalah respons yang berfokus pada cara atau nada seseorang berbicara, bukan pada isi atau pesan yang ingin disampaikan. Alih-alih mendengarkan inti dari apa yang kamu bicarakan, orang malah mengkritik cara atau emosimu dalam menyampaikan hal itu. Tone policing sering muncul dalam diskusi yang serius atau emosional dan sering kali mengabaikan atau mengesampingkan perspektif yang sebenarnya penting hanya karena cara penyampaiannya dianggap terlalu tegas, emosional, atau berapi-api.

Contohnya, bayangkan kamu sedang bicara tentang pentingnya perubahan di lingkungan kerja untuk kesejahteraan karyawan. Kamu menyampaikan opini dengan antusiasme dan semangat. Tiba-tiba, seseorang menyela, “Nggak usah terlalu agresif, kita bisa ngomong baik-baik kok.” Respons seperti ini fokus pada nada bicaramu, bukan pada alasan di balik pendapat atau kekhawatiran yang kamu utarakan.

Kenapa Tone Policing Bisa Menjadi Masalah?

Tone policing bisa jadi masalah besar karena mengalihkan perhatian dari isu yang ingin dibicarakan. Padahal, nada bicara atau emosi seseorang bisa jadi mencerminkan betapa penting atau mendalamnya topik itu bagi mereka. Dalam banyak kasus, tone policing justru menurunkan validitas pesan seseorang dengan menyarankan bahwa jika dia ingin didengar, dia harus “lebih tenang” atau “lebih netral” dalam penyampaiannya. Ini bisa sangat menghambat percakapan terbuka dan membuat seseorang merasa suaranya tidak dihargai.

Apa yang Harus Dilakukan Ketika Mengalami Tone Policing?

  1. Tetap Fokus pada Inti Pesan
    Kalau ada yang mencoba mengalihkan pembicaraan ke nadamu, kembalikan fokus ke topik utama. Kamu bisa bilang, “Aku paham kalau nada bicaraku mungkin terdengar tegas, tapi yang ingin aku sampaikan sebenarnya adalah…” Ini membantu mengingatkan mereka bahwa yang penting adalah isi percakapan, bukan caramu menyampaikannya.
  2. Coba Jelaskan Kenapa Kamu Menggunakan Nada Tertentu
    Kadang, orang lain mungkin nggak mengerti kenapa kamu terdengar emosional. Coba jelaskan bahwa nada atau gaya bicaramu muncul karena topik ini memang berarti besar buat kamu. Misalnya, “Aku terdengar emosional karena aku benar-benar peduli dengan masalah ini, dan menurutku ini penting untuk diperhatikan.”
  3. Ajak untuk Berempati
    Kamu bisa coba mengajak lawan bicaramu melihat dari perspektifmu. Misalnya, “Coba bayangkan kalau kamu ada di posisi aku, pasti kamu juga akan merasa perlu menyampaikan ini dengan sungguh-sungguh.”
  4. Batasi Diskusi jika Perlu
    Kalau tone policing terus berlanjut dan membuatmu merasa tidak didengarkan, tidak ada salahnya membatasi diskusi. Kamu bisa bilang, “Kalau kita lebih fokus pada cara bicara daripada isi pesannya, mungkin percakapan ini tidak akan menghasilkan apa-apa.”
bagaimana tone policing

Bagaimana Cara Mencegah Tone Policing Terjadi Lagi?

  1. Tegaskan Bahwa Emosi Tidak Mengurangi Validitas
    Sering kali, orang menganggap emosi negatif saat berbicara membuat argumen menjadi tidak sah atau berlebihan. Kamu bisa coba mengingatkan teman atau kolega bahwa emosi yang kamu tunjukkan justru memberi bobot pada pentingnya pesan yang kamu sampaikan. Contoh: “Kadang emosi muncul karena topik ini memang sangat berarti, tapi itu nggak mengurangi validitas pesannya.”
  2. Ajarkan Mereka untuk Lebih Terbuka
    Tone policing sering kali muncul karena kurangnya pemahaman tentang perspektif emosional orang lain. Jika situasinya memungkinkan, kamu bisa bicara dari hati ke hati untuk mendorong orang lain lebih menerima variasi dalam cara orang berbicara. Katakan, “Setiap orang punya cara sendiri untuk menyampaikan sesuatu. Emosi yang keluar sebenarnya menunjukkan betapa pentingnya hal itu bagi mereka.”
  3. Gunakan Pendekatan Santai Sebelum Masuk ke Topik Serius
    Kadang, memulai percakapan dengan pendekatan yang lebih santai bisa membantu mengurangi risiko tone policing. Mulailah dengan hal-hal ringan untuk membangun suasana nyaman, kemudian secara bertahap masuk ke topik utama.
  4. Tunjukkan bahwa Kamu Siap Mendengar Feedback tentang Isi, Bukan Nada
    Terkadang orang merasa perlu mengkritik cara penyampaian karena mereka pikir itulah yang diperhatikan. Kamu bisa sampaikan bahwa kamu sangat terbuka untuk diskusi dan kritik, tapi lebih ke arah isi atau substansi dari pesanmu, bukan nadanya.

Contoh Kasus: Menghadapi Tone Policing dengan Efektif

Bayangkan kamu lagi membicarakan masalah penting dalam tim kerja. Kamu sangat semangat, dan nada bicaramu jadi lebih berapi-api. Tiba-tiba salah satu anggota tim bilang, “Coba kalem aja, kita bisa bahas ini lebih tenang.” Alih-alih langsung merasa tersinggung atau berubah nada, kamu bisa balas dengan, “Aku paham kok, kalau nadaku kedengeran tegas. Aku memang merasa isu ini perlu banget dibahas dengan serius, jadi aku berharap kita bisa fokus ke solusinya dulu.”

Kalau situasi ini berlanjut, mungkin kamu bisa mengingatkan tim bahwa setiap orang punya cara berbeda dalam menyampaikan gagasan, dan penting untuk menghargai variasi ini. Dengan begitu, orang lain juga belajar bahwa cara bicara yang berbeda-beda tetap sah dalam diskusi.

Kesimpulan

Tone policing adalah praktik yang seringkali menghambat komunikasi efektif karena hanya fokus pada nada atau emosi yang digunakan, bukan pada isi atau pesan yang ingin disampaikan. Ketika mengalami tone policing, penting untuk mengarahkan percakapan kembali ke inti pesan dan menjelaskan kenapa kamu berbicara dengan nada tertentu. Untuk mencegah tone policing, kamu bisa membantu orang lain melihat pentingnya mendengarkan berbagai cara orang berbicara dan mengajarkan bahwa emosi tidak mengurangi validitas pesan. Ingat, yang penting dalam komunikasi adalah mendengarkan dengan penuh perhatian, bukan sekadar memperhatikan cara bicara.

Profil coach Roy Biantoro 
Seorang pengusaha muda yang sering berbagi ke berbagai perusahaan, instansi pemerintah dan lembaga pendidikan. Coach Roy udah membagikan ilmu di bidang penjualan (selling), komunikasi, kepemimpinan, kerjasama tim, pelayanan serta bagaimana meningkatkan motivasi tim.
Ayo rasakan perubahan di tim Anda dengan training bersama coach Roy Biantoro. Hubungi kami di 08954 1283 3285