Bayangin, kamu lagi nongkrong sama teman-teman baru di sebuah kafe cozy. Awalnya, ngobrol-ngobrol biasa aja, tentang film, musik, atau update kegiatan masing-masing. Tapi tanpa kamu sadari, tiba-tiba kamu malah cerita panjang lebar soal konflik keluargamu atau masalah pribadi yang belum tentu teman-teman ini siap dengar. Setelah itu, suasana jadi canggung, dan kamu pun merasa agak menyesal karena udah cerita terlalu banyak. Itu, sobat, adalah contoh klasik dari oversharing.

Apa Itu Oversharing?
Oversharing, atau berbagi berlebihan, adalah kecenderungan untuk menceritakan informasi pribadi atau detail kehidupan yang sebetulnya terlalu intim kepada orang lain, seringkali tanpa memikirkan apakah situasi atau orang yang kamu ajak bicara memang tepat. Oversharing bisa terjadi dalam berbagai konteks—baik online, misalnya di media sosial, maupun secara langsung dalam percakapan sehari-hari.
Intinya, oversharing bukan hanya soal berbagi cerita. Ini lebih tentang berbagi hal-hal yang seharusnya dipertimbangkan lebih matang karena bisa berdampak pada bagaimana orang lain melihat kita atau bahkan pada kesejahteraan kita sendiri.
Mengapa Oversharing Bisa Terjadi?
Kadang, tanpa sadar kita terjebak dalam oversharing karena beberapa alasan, seperti:
- Mencari Validasi
Saat kita mengalami masalah, kita cenderung ingin mendapatkan dukungan atau respons dari orang lain. Dengan berbagi lebih dari yang seharusnya, kita berharap orang lain akan mengerti dan mendukung kita. - Membangun Kedekatan
Di lingkungan sosial, berbagi pengalaman pribadi sering dianggap sebagai cara untuk membangun kedekatan. Tapi ketika berlebihan, niat untuk dekat malah bisa berbalik jadi sebaliknya. - Kurangnya Batasan Pribadi
Ada kalanya kita sendiri nggak yakin apa yang sebaiknya disimpan dan apa yang boleh dibagikan. Kurangnya kesadaran batasan pribadi bisa membuat kita rentan berbagi terlalu banyak. - Tekanan Sosial
Di era media sosial, ada dorongan untuk selalu “update” tentang kehidupan pribadi. Hal ini membuat kita terbiasa berbagi informasi yang mungkin sebenarnya nggak perlu dibagikan.

Apa Bahaya dari Oversharing?
- Merusak Hubungan
Oversharing, terutama kepada orang yang belum dekat, bisa membuat orang merasa kurang nyaman atau malah menarik diri. Ketika kamu terlalu banyak berbagi pada orang yang belum siap atau nggak punya kapasitas untuk mendengarkan, mereka bisa merasa terbebani. - Membuatmu Rentan
Ketika kamu terlalu banyak berbagi, ada risiko orang akan menggunakan informasi itu untuk hal yang mungkin nggak kamu inginkan. Misalnya, di tempat kerja, oversharing tentang masalah pribadi bisa berdampak pada cara orang menilai profesionalitasmu. - Meningkatkan Rasa Tidak Nyaman atau Penyesalan
Banyak orang merasa menyesal setelah berbagi terlalu banyak. Rasa cemas atau tidak nyaman ini bisa mempengaruhi kesehatan mental kita dalam jangka panjang. - Kehilangan Privasi
Informasi yang sudah dibagikan sulit ditarik kembali. Jika oversharing dilakukan di media sosial, informasimu akan lebih sulit dihapus dan bisa diakses kapan saja, sehingga privasimu jadi rentan.
Cara Agar Tidak Terjebak dalam Oversharing
Lalu gimana caranya biar kamu bisa menghindari kebiasaan ini? Berikut beberapa tips yang bisa kamu coba.
- Pikirkan Tujuanmu Sebelum Berbagi
Setiap kali kamu ingin cerita, coba tanya ke diri sendiri: “Apa tujuan dari cerita ini?” Apakah kamu memang butuh dukungan, atau hanya ingin bercerita? Atau, apakah kamu hanya ingin meramaikan obrolan? Dengan memahami tujuanmu, kamu bisa lebih selektif dalam berbagi. - Kenali Batasan Pribadimu
Membangun batasan pribadi itu penting. Mulailah dengan menentukan hal-hal apa saja yang nyaman untuk dibagikan kepada orang lain, dan mana yang lebih baik disimpan untuk diri sendiri atau hanya diceritakan kepada orang terdekat. - Pahami Kapan Waktunya Berbagi
Nggak semua situasi cocok untuk berbagi cerita. Misalnya, berbagi hal pribadi dengan kolega di tempat kerja mungkin bisa menimbulkan persepsi tertentu. Sebaiknya pilih waktu dan tempat yang tepat, serta orang yang tepat, jika ingin berbagi cerita lebih dalam. - Dengarkan Respon Lawan Bicara
Perhatikan respon orang yang mendengarkan. Jika mereka terlihat kurang nyaman atau malah bingung, mungkin itu tanda kalau kamu sudah mulai berbagi terlalu banyak. Saat kita mendengarkan respon, kita bisa menyadari kapan harus berhenti atau mengganti topik pembicaraan. - Batasi Penggunaan Media Sosial
Oversharing di media sosial sering terjadi karena kita merasa impulsif untuk membagikan setiap momen. Batasi dirimu dengan tidak selalu memposting tentang masalah atau hal-hal pribadi, terutama jika kamu masih ragu.
Contoh Kasus: Mencegah Oversharing
Bayangkan, kamu lagi nongkrong bareng teman kantor, dan obrolan mulai beralih ke topik keluarga. Tanpa sadar, kamu mulai cerita soal konflik pribadimu dengan keluarga yang agak berat. Lalu, satu teman terlihat menunduk atau mengalihkan pandangannya. Itu tanda yang bisa kamu tangkap untuk berhenti sejenak dan memikirkan apakah cerita ini memang perlu disampaikan di lingkungan profesional.
Sebaliknya, kalau kamu butuh tempat curhat, coba cari teman dekat atau seseorang yang kamu percayai. Dengan begitu, kamu bisa berbagi tanpa menimbulkan perasaan canggung atau dampak yang nggak diinginkan.
Kesimpulan
Oversharing bisa merusak interaksi sosial dan berisiko pada hubungan serta citra pribadi kita. Dengan memahami apa yang perlu dan nggak perlu dibagikan, serta membaca situasi dengan lebih hati-hati, kita bisa menjaga kualitas komunikasi yang sehat dan menjaga batasan privasi. Ingatlah bahwa menjaga privasi adalah bentuk perhatian pada diri sendiri dan juga pada perasaan orang lain.
Profil coach Roy Biantoro
Seorang pengusaha muda yang sering berbagi ke berbagai perusahaan, instansi pemerintah dan lembaga pendidikan. Coach Roy udah membagikan ilmu di bidang penjualan (selling), komunikasi, kepemimpinan, kerjasama tim, pelayanan serta bagaimana meningkatkan motivasi tim.
Ayo rasakan perubahan di tim Anda dengan training bersama coach Roy Biantoro. Hubungi kami di 08954 1283 3285